Wednesday, 4 December 2024

Modul Al Islam Kelas 12: Indahnya Membangun Mahligai Rumah Tangga

 

MODUL AL-ISLAM KELAS 12

Kelas/Semester           :  XII/ Semester 5      

Materi Pokok/Tema :  Indahnya Membangun Mahligai Rumah Tangga

 

I.          MATERI

A. Anjuran Menikah

Pernikahan adalah sunnatullah yang berlaku umum bagi semua makhluk Nya. Al-Qur`ān

menyebutkan dalam Q.S. adz-zariyat /51:49.

                وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.“

 

Islam sangat menganjurkan pernikahan, karena dengan pernikahan manusia akan berkembang, sehingga kehidupan umat manusia dapat dilestarikan. Tanpa pernikahan regenerasi akan terhenti, kehidupan manusia akan terputus, dunia pun akan sepi dan tidak berarti, karena itu Allah Swt. Mensyariatkan pernikahan sebagaimana difirmankan dalam Q.S. an-Nahl/16:72.

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

Artinya:

“ Allah menjadikan dari kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dan istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rezeki dari yang baik-baik.

Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah.”

 

Ayat tersebut menguatkan rangsangan bagi orang yang merasa belum sanggup, agar tidak khawatir karena belum cukup biaya, karena dengan pernikahan yang benar dan ikhlas, Allah Swt. akan melapangkan rezeki yang baik dan halal untuk hidup berumah tangga, sebagaimana dijanjikan Allah Swt. dalam firman-Nya:

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah Swt. Akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Swt. Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” ( Q.S. an-Nur/24:32).

 

Rasulullah juga banyak menganjurkan kepada para remaja yang sudah mampu untuk segera menikah agar kondisi jiwanya lebih sehat, seperti dalam hadis berikut. 

“Wahai para pemuda! Siapa saja di antara kalian yang sudah mampu maka menikahlah, karena pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Jika belum mampu maka berpuasalah, karena berpuasa dapat menjadi benteng (dari gejolak nafsu)”. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).

 

B. Ketentuan Pernikahan dalam Islam

1. Pengertian Pernikahan

Secara bahasa, arti “nikah” berarti “mengumpulkan, menggabungkan, atau menjodohkan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”nikah” diartikan sebagai “perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi) atau “pernikahan”. Sedang menurut syari’ah, “nikah” berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masingmasing.

Dalam Undang-undang Pernikahan RI (UUPRI) Nomor 1 Tahun 1974, definisi atau pengertian perkawinan atau pernikahan ialah "ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pernikahan sama artinya dengan perkawinan. Allah Swt. berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (Q.S. an-Nisa/4:3).

 

2. Tujuan Pernikahan

Seseorang yang akan menikah harus memiliki tujuan positif dan mulia untuk membina keluarga sakinah dalam rumah tangga, di antaranya sebagai berikut.

a. Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi Rasulullah saw., bersabda:

 

Artinya:

“Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda:‟wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, kalau tidak kamu akan celaka" (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).

 

b. Allah Swt. berfirman:

 

Artinya:

”Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan

Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda (kebesaran Allah Swt.) bagi kaum yang berpikir”. (Q.S. arRμm/30:21).

  

c. Untuk membentengi akhlak

Rasulullah saw. bersabda: “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

d. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah Swt.

Rasulullah saw. bersabda:

“Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!”. Mendengar sabda

Rasulullah para sahabat keheranan dan bertanya: “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?” Nabi Muhammad saw. menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa? “ Jawab para shahabat, ”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi, “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!”. (H.R. Muslim).

e. Untuk mendapatkan keturunan yang salih Allah Swt. berfirman:

“Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baikbaik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”. (Q.S. an-Nahl/16:72).

f. Untuk menegakkan rumah tangga yang Islami

Dalam al-Qur'an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya talaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi mempertahankan keutuhan rumah tangga. Firman Allah Swt.:

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Talaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma‟ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hokum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukumhukum Allah mereka itulah orang-orang yang dzalim”. (Q.S. al-Baqarah/2:229).

 

3. Hukum Pernikahan

Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat, memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa mudharat maka nikah pun dilarang. Karena itu hukum asal melakukan pernikahan adalah mubah.

Para ahli fikih sependapat bahwa hukum pernikahan tidak sama penerapannya kepada semua mukallaf, melainkan disesuaikan dengan kondisi masing-masing, baik dilihat dari kesiapan ekonomi, fisik, mental ataupun akhlak. Karena itu hukum nikah bisa menjadi wajib, sunah, mubah, haram, dan makruh. Penjelasannya sebagai berikut.

a.       Wajib yaitu bagi orang yang telah mampu baik fisik, mental, ekonomi maupun akhlak untuk melakukan pernikahan, mempunyai keinginan untuk menikah, dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan jatuh pada perbuatan maksiat, maka wajib baginya untuk menikah. Karena menjauhi zina baginya adalah wajib dan cara menjauhi zina adalah dengan menikah.

b.      Sunnah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai keinginan untuk menikah namun tidak dikhawatirkan dirinya akan jatuh kepada maksiat, sekiranya tidak menikah. Dalam kondisi seperti ini seseorang boleh melakukan dan boleh tidak melakukan pernikahan. Tapi melakukan pernikahan adalah lebih baik daripada mengkhususkan diri untuk beribadah sebagai bentuk sikap taat kepada Allah Swt..

c.       Mubah bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impoten atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal). Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang haram.

d.      Haram yaitu bagi orang yang yakin bahwa dirinya tidak akan mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban pernikahan, baik kewajiban yang berkaitan dengan hubungan seksual maupun berkaitan dengan kewajiban-kewajiban lainnya. Pernikahan seperti ini mengandung bahaya bagi wanita yang akan dijadikan istri. Sesuatu yang menimbulkan bahaya dilarang dalam Islam.

Tentang hal ini Imam al-Qurtubi mengatakan, “Jika suami mengatakan bahwa dirinya tidak mampu menafkahi istri atau memberi mahar , dan memenuhi hak-hak istri yang wajib, atau mempunyai suatu penyakit yang menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual, maka dia tidak boleh menikahi wanita itu sampai dia menjelaskannya kepada calon istrinya. Demikian juga wajib bagi calon istri menjelaskan kepada calon suami jika

dirinya tidak mampu memberikan hak atau mempunyai suatu penyakit yang menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual dengannya.

e.       Makruh yaitu bagi seseorang yang mampu menikah tetapi dia khawatir akan menyakiti wanita yang akan dinikahinya, atau menzalimi hak-hak istri dan buruknya pergaulan yang dia miliki dalam memenuhi hak-hak manusia, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan.

 

4. Orang-orang yang Tidak Boleh Dinikahi

Al-Qur'an telah menjelaskan tentang orang-orang yang tidak boleh (haram) dinikahi (Q.S. an-Nisā‟ /4:23-24). Wanita yang haram dinikahi disebut juga mahram nikah. Mahram nikah sebenarnya dapat dilihat dari pihak laki-laki dan dapat dilihat dari pihak wanita. Dalam pembahasan secara umum biasanya yang dibicarakan ialah mahram nikah dari pihak wanita, sebab pihak laki-laki yang biasanya mempunyai kemauan terlebih dahulu untuk mencari jodoh dengan wanita pilihannya. Dilihat dari kondisinya mahram terbagi kepada dua; pertama mahram muabbad (wanita diharamkan untuk dinikahi selama-lamanya) seperti: keturunan, satu susuan, mertua perempuan, anak tiri, jika ibunya sudah dicampuri, bekas menantu perempuan, dan bekas ibu tiri. Kedua mahram gair muabbad adalah mahram sebab menghimpun dua perempuan yang statusnya bersaudara, misalnya saudara sepersusuan kakak dan adiknya. 

Hal ini boleh dinikahi tetapi setelah yang satu statusnya sudah bercerai atau mati. Yang lain dengan sebab istri orang dan sebab iddah. Berdasarkan ayat tersebut, mahram dapat dibagi menjadi empat kelompok: 

 

 

5. Rukun dan Syarat Pernikahan

Para ahli fikih berbeda pendapat dalam menentukan rukun dan syarat pernikahan. Perbedaan tersebut adalah dalam menempatkan mana yang termasuk syarat dan mana yang termasuk rukun. Jumhur ulama sebagaimana juga mażhab Syafi‟i mengemukakan bahwa

rukun nikah ada lima seperti dibawah ini.

a.      Calon suami, syarat-syaratnya sebagai berikut:

1)      Bukan mahram si wanita, calon suami bukan termasuk yang haram dinikahi karena adanya hubungan nasab atau sepersusuan.

2)      Orang yang dikehendaki, yakni adanya keridaan dari masing-masing pihak. Dasarnya adalah hadis dari Abu Hurairah r.a, yaitu:

Dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia diminta izinnya.” (¦R. al- Bukhari dan Muslim).

3)      Mu‟ayyan (beridentitas jelas), harus ada kepastian siapa identitas mempelai laki-laki

dengan menyebut nama atau sifatnya yang khusus.

b.      Calon istri, syaratnya adalah:

1)      Bukan mahram si laki-laki.

2)      Terbebas dari halangan nikah, misalnya, masih dalam masa iddah atau berstatus sebagai istri orang.

c.       Wali, yaitu bapak kandung mempelai wanita, penerima wasiat atau kerabat terdekat, dan seterusnya sesuai dengan urutan ashabah wanita tersebut, atau orang bijak dari keluarga wanita, atau pemimpin setempat, Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada nikah, kecuali dengan wali.”

Umar bin Khattab ra. berkata, “Wanita tidak boleh dinikahi, kecuali atas izin walinya, atau orang bijak dari keluarganya atau seorang pemimpin”.

Syarat wali adalah:

1)      orang yang dikehendaki, bukan orang yang dibenci,

2)      laki-laki, bukan perempuan atau banci,

3)      mahram si wanita,

4)      balig, bukan anak-anak,

5)      berakal, tidak gila,

6)      adil, tidak fasiq,

7)      tidak terhalang wali lain,

8)      tidak buta,

9)      tidak berbeda agama,

10)  merdeka, bukan budak.

d. Dua orang saksi.

Firman Allah Swt.: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian”. (Q.S. at-Țalaq/65:2).

Syarat saksi adalah:

1)      Berjumlah dua orang, bukan budak, bukan wanita, dan bukan orang fasik.

2)      Tidak boleh merangkap sebagai saksi walaupun memenuhi kwalifikasi sebagai saksi.

3)      Sunnah dalam keadaan rela dan tidak terpaksa.

e. Sigah (Ijab Kabul), yaitu perkataan dari mempelai laki-laki atau wakilnya ketika akad nikah. Syarat shighat adalah:

1)      Tidak tergantung dengan syarat lain.

2)      Tidak terikat dengan waktu tertentu.

3)      Boleh dengan bahasa asing.

4)      Dengan menggunakan kata “tazwij” atau “nikah”, tidak boleh dalam bentuk kinayah

(sindiran), karena kinayah membutuhkan niat sedang niat itu sesuatu yang abstrak.

5)      Qabul harus dengan ucapan “Qabiltu nikahaha/tazwijaha” dan boleh didahulukan

dari ijab.

 

6. Pernikahan yang Tidak Sah

Di antara pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah saw. adalah sebagai berikut.

a.       Pernikahan Mut`ah, yaitu pernikahan yang dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Dasarnya adalah hadis berikut:

“Bahwa Rasulullah saw. melarang pernikahan mut‟ah serta daging keledai kampung

(jinak) pada saat Perang Khaibar. (H.R. Muslim).

b.      Pernikahan syighar, yaitu pernikahan dengan persyaratan barter tanpa pemberian mahar.

Dasarnya adalah hadis berikut:

“Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang nikah syighar. Adapun nikah syighar yaitu seorang bapak menikahkan seseorang dengan putrinya dengan syarat bahwa seseorang itu harus menikahkan dirinya dengan putrinya, tanpa mahar di antara keduanya.” (H.R.

Muslim)

c.       Pernikahan muhallil, yaitu pernikahan seorang wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya yang karenanya diharamkan untuk rujuk kepadanya, kemudian wanita itu dinikahi laki-laki lain dengan tujuan untuk menghalalkan dinikahi lagi oleh mantan suaminya. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rasulullah saw. melaknat muhallil dan muhallal lahu”. (H.R. at-Tirmiżi)

d.      Pernikahan orang yang ihram, yaitu pernikahan orang yang sedang melaksanakan ihram haji atau 'umrah serta belum memasuki waktu tahallul. Rasulullah saw. bersabda:

“Orang yang sedang melakukan ihram tidak boleh menikah dan menikahkan.” (H.R.

Muslim)

e.       Pernikahan dalam masa iddah, yaitu pernikahan di mana seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah, baik karena perceraian ataupun karena meninggal dunia. Allah Swt. berfirman:

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

“Dan janganlah kamu ber‟azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis

„iddahnya”. ( Q.S. al-Baqarah/2:235)

f.       Pernikahan tanpa wali, yaitu pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang wanita tanpa seizin walinya. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.” 

g.      Pernikahan dengan wanita kafir selain wanita-wanita ahli kitab, berdasarkan firman Allah Swt.:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (Q.S. al-Baqarah/2:221)

h.      Menikahi mahram, baik mahram untuk selamanya, mahram karena pernikahan atau karena sepersusuan.

 

C. Pernikahan Menurut UU Perkawinan Indonesia (UU No.1 Tahun 1974)

Di dalam negara RI, segala sesuatu yang bersangkut paut dengan penduduk, harus mendapat legalitas pemerintah dan tercatat secara resmi, seperti halnya kelahiran, kematian, dan perkawinan. Dalam rangka tertib hukum dan tertib administrasi, maka tatacara pelaksanaan pernikahan harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Thn 1974.

Adapun pencatatan Pernikahan sebagaimana termaktub dalam BAB II pasal 2 adalah dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang berada di wilayah masing-masing. Karena itu Pegawai Pencatat Nikah mempunyai kedudukan yang amat penting dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu diatur dalam Undang-undang No. 32 tahun 1954, bahkan sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang berwenang untuk mencatat perkawinan yang dilakukan berdasarkan hukum Islam di wilayahnya. Artinya, siapapun yang ingin melangsungkan perkawinan berdasarkan hukum Islam, berada di bawah pengawasan PPN.

  

D. Hak dan Kewajiban Suami Istri

Dengan berlangsungnya akad pernikahan, maka memberi konsekuensi adanya hak dan kewajiban suami istri, yang mencakup 3 hal, yaitu: kewajiban bersama timbal balik antara suami dan istri, kewajiban suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami.

1. Kewajiban timbal balik antara suami dan istri, yaitu sebagai berikut.

a.       Saling menikmati hubungan fisik antara suami istri, termasuk hubungan seksual di antara mereka.

b.      Timbulnya hubungan mahram di antara mereka berdua, sehingga istri diharamkan menikah dengan ayah suami dan seterusnya hingga garis ke atas, juga dengan anak dari suami dan seterusnya hingga garis ke bawah, walaupun setelah mereka bercerai.

Demikian sebaliknya berlaku pula bagi suami.

c.       Berlakunya hukum pewarisan antara keduanya.

d.      Dihubungkannya nasab anak mereka dengan suami (dengan syarat kelahiran paling sedikit 6 bulan sejak berlangsungnya akad nikah dan dukhul/berhubungan suami

isteri).

e.       Berlangsungnya hubungan baik antara keduanya dengan berusaha melakukan pergaulan secara bijaksana, rukun, damai dan harmonis;

f.       Menjaga penampilan lahiriah dalam rangka merawat keutuhan cinta dan kasih sayang di antara keduanya.

 

2. Kewajiban suami terhadap istri

a.       Mahar. Memberikan mahar adalah wajib hukumnya, maka mażhab Maliki memasukkan mahar ke dalam rukun nikah, sementara para fuqaha lain memasukkan mahar ke dalam syarat sahnya nikah, dengan alasan bahwa pembayaran mahar boleh ditangguhkan.

b.      Nafkah, yaitu pemberian nafkah untuk istri demi memenuhi keperluan berupa makanan, pakaian, perumahan (termasuk perabotnya), pembantu rumah tangga dan sebagainya, sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat sekitar pada umumnya.

c.       Memimpin rumah tangga.

d.      Membimbing dan mendidik.

  

3. Kewajiban Istri terhadap Suami

a. Taat kepada suami.

Istri yang setia kepada suaminya berarti telah mengimbangi kewajiban suaminya kepadanya. Ketaatan istri kepada suami hanya dalam hal kebaikan. Jika suami meminta istri untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syariat Allah Swt., maka istri harus menolaknya. Tidak ada ketaatan kepada manusia dalam kemaksiatan kepada Allah Swt..

b. Menjaga diri dan kehormatan keluarga.

Menjaga kehormatan diri dan rumah tangga, adalah mereka yang taat kepada Allah Swt. dan suami, dan memelihara kehormatan diri mereka bilamana suami tidak ada di rumah. Istri wajib menjaga harta dan kehormatan suami, karenanya istri tidak boleh keluar rumah tanpa seizin suami.

c. Merawat dan mendidik anak.

Walaupun hak dan kewajiban merawat dan mendidik anak itu merupakan hak dan kewajiban suami, tetapi istripun mempunyai hak dan kewajiban merawat dan mendidik anak secara bersama.

Terlebih istri itu pada umumnya lebih dekat dengan anak, karena dia lebih banyak tinggal di rumah bersama anaknya. Maju mundurnya pendidikan yang diperoleh anak banyak ditentukan oleh perhatian ibu terhadap para putranya.

 

II.        KESIMPULAN

1.      Nikah berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing.

Sedangkan menurut Undang-undang Pernikahan RI (UUPRI) Nomor 1 Tahun 1974 adalah: “Perkawinan atau nikah ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

2.      Para ahli fikih sependapat bahwa hukum pernikahan tidak sama di antara orang mukallaf. Dilihat dari kesiapan ekonomi, fisik, mental ataupun akhlak, hukum nikah bisa menjadi wajib, sunah, mubah, haram, dan makruh. 

3.      Al-Qurān telah menjelaskan tentang orang-orang yang tidak boleh (haram) dinikahi

(Q.S. an-Nisā‟ /4:23-24). Wanita yang haram dinikahi disebut juga mahram nikah.

4.      Jumhur ulama sebagaimana juga mażhab Syafi’iy mengemukakan bahwa rukun

nikah ada lima, yaitu: calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan sigat (Ijab Kabul).

5.      Di antara pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah saw. adalah pernikahan mut`ah, pernikahan syigar, pernikahan muhallil, pernikahan orang yang ihram, pernikahan dalam masa iddah, pernikahan tanpa wali, dan pernikahan dengan wanita kafir selain wanita-wanita ahli kitab, menikahi mahram.

6.      Pernikahan melahirkan kewajiban atas masing-masing pihak, suami dan istri. Kewajiban tersebut meliputi: 

a.       kewajiban timbal balik antara suami dan istri, seperti hubungan seksual di antara mereka; 

b.      kewajiban suami terhadap istri, seperti mahar dan nafkah; 

c.       kewajiban Istri terhadap suami, seperti taat kepada suami.

 

Karakteristik Islam Berkemajuan

 

Karakteristik Islam Berkemajuan

Dalam menjalankan misi untuk mencapai cita-cita kejayaan Islam yang membawa kemaslahatan umat manusia, Muhammadiyah merumuskan beberapa ciri Islam Berkemajuan (al-Islam al-Taqaddumi). Karena Islam adalah agama yang menjadi kekuatan pendorong bagi kemajuan manusia, Muhammadiyah mengembangkan cara pandang yang berkemajuan atas Islam yang dirumuskan dalam Karakteristik Lima (al-Khasha’ishu al-Khamsu), yakni:

a.       Berlandaskan pada Tauhid (al-Mabni ‘ala al-Tauhid). Tauhid adalah inti dari risalah yang dibawaoleh nabi-nabi dan titik sentral kehidupan umat, yang tidak hanya terdapat dalam keyakinan saja, melainkan juga dalam perbuatan nyata. Tauhid sesungguhnya merupakan keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan yang Esa, yang menciptakan dan memelihara alam semesta, dan bahwa hanya Allah yang patut disembah. Tauhid yang murni memiliki makna pembebasanmanusia dari paham kemusyrikan, percampuran dan kenisbian agama. Tauhid juga merupakan keyakinan bahwa semua manusia pada hakikatnya adalah satu makhluk yang mulia, dan karena itu harus dimuliakan dan dicerahkan. Tauhid yang murni memiliki makna pembebasan manusia dari belenggu ketidakadilan dan penghisapan antarmanusia. Bertauhid berarti berjuang untuk menyemaikan benih- benih kebenaran dan kebaikan, seperti perdamaian, keadilan, kemaslahatan, dan kesejahteraan. Selain itu, tauhid akan membawa kepada sikap kritis saat melihat ketimpangan, ketidakwajaran dan ketidakadilan dalam masyarakat, sebuah perwujudan dari kemurnian akidah. Tauhid yang murni menghadirkan ketulusan, dan membuang jauh-jauh kesombongan dan penggunaan segala cara untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan yang hanya berjangka pendek dalam topeng kesalehan.

b.      Bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah (al-Ruju’ ila al-Qur’an wa al-Sunnah). Al-Qur’an adalah sumber utama untuk memahami dan mengamalkan Islam. Al-Qur’an menjadi sumber keyakinan, pengetahuan, hukum, norma, moral dan inspirasisepanjang zaman. Sunnah Rasul adalah sumber kedua setelah al-Qur’an, yang menggambarkan diri Nabi Muhammad SAW sebagai teladan yang harus dicontoh. Kehidupan Nabi Muhammad SAW merupakan contoh jelas dari isi al-Qur’an dalam kehidupan nyata. Dalam memahami dua sumber tersebut, diperlukan pemahaman terhadap teks- teks, pemikiran yang maju, dan ilmu pengetahuan yang luas. Semakin tinggi akal dan luas ilmu pengetahuan yang digunakan, akan semakin kaya makna yang dapat diambil dari dua sumber tersebut. Islam yang bersumber padaal- Qur’an dan al-Sunnah merupakan agama yang mengajarkan kebenaran (al-haqq) dan juga kebajikan (al-birr) sehingga setiap persoalan perlu dilihat dari sudut benar atau salah, danjuga dari sisi baik atau buruk.

c.       Menghidupkan Ijtihad dan Tajdid (Ihya’ al- Ijtihad wa al-Tajdid). Ijtihad (mengerahkan pikiran) merupakan upaya yang sungguh-sungguh untuk memahami atau memaknai alQur’an dan al-Sunnah. Ijtihad dihidupkan melalui pemanfaatan akal dan ilmu pengetahuan yang dilakukan secara terusmenerus agar melahirkan pemahaman yang sesuai dengan tujuan agama dan dengan problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia. Ijtihad tidak berhenti pada tataran pemikiran bagaimana memahami agama tetapi juga berlanjut pada bagaimana mewujudkan ajaran agama dalam semua lapangan kehidupan, baik individu, masyarakat, umat, bangsa maupun kemanusiaan universal. Ijtihad merupakan bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan tajdid, yang bermakna pembaharuan baik dalam bentuk pemurnian maupun dinamisasi dalam pemahaman dan pengamalan agama. Pemurnian diterapkan pada bidang akidah dan ibadah, sementara dinamisasi (dalam makna peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya) diterapkan pada bidang akhlak dan muamalah dunyawiyah. Tajdid diperlukan karena pemahaman agama selalu menghadapi tantangan zaman dan situasi masyarakat yang terus berubah. Tajdid adalah upaya dalam mewujudkan cita-cita kemajuan dalam semua segi kehidupan, seperti pemikiran, politik,ekonomi,sosial, pendidikan dankebudayaan.

d.      Mengembangkan Wasathiyah (Tanmiyat al-Wasathiyah). Al-Qur’an menyatakan bahwa umat Islam adalah ummatan wasathan (umat tengahan), yang mengandung makna unggul dan tegak. Islam itu sendiri sesungguhnya adalah agama wasathiyah (tengahan), yang menolak ekstremisme dalam beragama baik dalam bentuk sikap berlebihan (ghuluww) maupun sikap pengabaian (tafrith). Wasathiyah juga bermakna posisi tengah di antara dua kutub, yakni ultra-konservatisme dan ultra- liberalisme dalam beragama. Selaras dengan itu, wasathiyah menuntut sikap seimbang (tawazun) antara kehidupan individu dan masyarakat, lahir dan batin, serta duniawi dan ukhrawi. Wasathiyah tidak mengarah pada toleransi terhadap sekularisme politik dan permisivisme moral. Karena Islam adalah agama wasathiyah, maka ia harus menjadi ciri yang menonjol dalam berpikir dan bersikap umat Islam. Wasathiyah diwujudkan dalam sikap sosial (1) tegas dalam pendirian, luas dalam wawasan, dan luwes dalam sikap; (2) menghargai perbedaan pandangan atau pendapat; (3) menolak pengkafiran terhadap sesama muslim; (4) memajukan dan menggembirakan masyarakat; (5) memahami realitas dan prioritas; (6) menghindari fanatisme berlebihan terhadap kelompok atau paham keagamaan tertentu; dan (7) memudahkan pelaksanaan ajaran agama.

e.      Mewujudkan Rahmat bagi Seluruh Alam (Tahqiq al-Rahmah li al-‘Alamin). Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Karena itu, setiap muslim berkewajiban untuk mewujudkan kerahmatan itu dalam kehidupan nyata. Di tengah-tengah maraknya pertentangan dan permusuhan di dunia ini, Islam harus dihadirkan sebagai pendorong bagi terciptanya perdamaian dan kerukunan, dan di tengah-tengah situasi ketidakadilan, maka ia harus ditampilkan sebagai agama yang mewujudkan keadilan dan menghilangkan kezaliman. Islam harus dihadirkan sebagai kekuatan yang membawa kesejahteraan, pencerahan, dan kemajuan universal. Misi kerahmatan itu bukan saja penting bagi kemaslahatan umat manusia, tetapi juga bagi kemaslahatan seluruh makhluk ciptaan Allah di muka bumi ini, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, lingkungan dan sumber daya alam.

Perkaderan Organisasi Otonom Muhammadiyah

 

Perkaderan Organisasi Otonom Muhammadiyah

A. Pengertian Perkaderan Organisasi Otonom

Kader  berasal dari Bahasa Perancis: cadre atau les cadres adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih, dalam lingkup dan lingkungan pimpinan serta mendampingi di sekitar kepemimpinan. Kader bisa berarti pula sebagai jantung suatu organisasi.

Menurut bahasa "otonom" berasal dari dua kata, "Auto" yang berarti sendiri dan "Nomos" yang berarti aturan. Sedangkan menurut istilah organisasi otonom ialah organisasi yang berada dalam organisasi, tetapi memiliki hak untuk mengatur dirinya sendiri. Organisasi otonom biasa disingkat dengan Ortom.

Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pasal 21 dijelaskan tentang pengertian ortom atau organisasi otonom. Ortom adalah satuan organisasi di bawah persyarikatan Muhammadiyah yang memiliki wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh Pimpinan Muhammadiyah. Sedangkan tugas pokok ortom (lihat Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah pasal 20) adalah membina warga Muhamamdiyah dan kelompok masyarakat tertentu sesuai bidang-bidang kegiatan yang diadakannya dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah.

 

Perkaderan Organisasi Otonom Muhammadiyah

B. Organisasi Otonom Muhammadiyah

Organisasi Otonom Muhammadiyah memiliki strukur sebagaimana Strukur Muhammadiyah yaitu mulai dari tingkat pusat, wilayah, daerah, cabang dan ranting. Maksud dan tujuan Organisasi Otonom ialah dalam rangka efesiensi, pengembangan dan kaderisasi persyarikatan Muhammadiyah.

Dalam mendirikan ortom terdapat beberapa syarat, yaitu:

- mempunyai fungsi khusus dalam persyarikatan Muhammadiyah

- mempunyai potensi dan ruang lingkup nasional

- merupakan kepetningan persyarikatan Muhammadiyah

Secara kelembagaan Muhammadiyah memiliki tujuh ortom yang dikelompokkan menjadi ortom khusus dan ortom umum. Ortom khusus adalah ortom yang seluruh anggotanya sudah menjadi anggota Muhammadiyah. Ortom khusus ini diberi kewenangan untuk menyelenggarakan amal usaha yang ditetapkan oleh Pimpinan Muhammadiyah dalam koordinasi Unsur Pembantu Pimpinan yang membidanginya. Ortom khusus tersebut adalah 'Aisyiyah.

Ortom umum adalah ortom yang anggotanya belum seluruhnya anggota Muhammadiyah. Yang termasuk Ortom umum yaitu:

1. Pandu Hizbul Wathan (HW)

2. Nasyiatul 'Aisyiyah (NA)

3. Pemuda Muhammadiyah

4. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)

5. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

6. Tapak Suci Putera Muhammadiyah

Ortom-ortom Muhammadiyah di atas memiliki tujuan masing-masing sesuai dengan bidang garapan dan atau kelompok yang dibina. Dalam mewujudkan tujuan masing-masing, maka setiap ortom memiliki sistem perkaderan yang berbeda.

C. Perkaderan Masing-masing Organisasi Otonom

1. Perkaderan 'Aisyiyah

Ada empat pilar perkaderan dalam 'Aisyiyah, yaitu:

- Kaderisasi Keluarga

- Kaderisasi melalui Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM)

- Kaderisasi melalui Amal Usaha 'Asyiyah

- Kaderisasi Pimpinan Organisasi

Jenis-jenis Sistem Perkaderan 'Aisyiyah

Ada tiga jenis sistem perkaderan Nasyiatul 'Aisyiyah, yaitu: Formal, Non Formal, Informal, dan Khusus

- Perkaderan Formal adalah bentuk perkaderan yang dilakukan melalui pelatihan-pelatihan dalam berbagai macam bentuk dan jenis. Contohnya adalah lewat Baitul Arqam 'Aisyiyah. Upaya rekruitmen kader, dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan . Baitul Arqam ini dilakukan oleh seluruh jajaran Majlis Pembinaan Kader di semua tingkatan. Baitul Arqam merupakan kegiatan perkaderan utama dan perkaderan formal.

- Perkaderan Non Formal merupakan kegiatan perkaderan yang dilakukan secara terprogram di luar kegiatan pelatihan, dengan melibatkan AMM putri..

- Perkaderan Informal merupakan kegiatan perkaderan  yang dilakukan secara tidak resmi, dalam interaksi kehidupan antar anggota, pimpinan maupun kader, tanpa perencanaan sistematik, baik kurikulum, metode, waktu maupun tempatnya.

- Perkaderan Khusus ialah kegiatan perkaderan yang secara khusus menyiapakn kader-kader ‘Aisyiyah melalui berbagai macam dan bentuk perkaderan  secara komprehensif, melalaui pembinaan sekolah kader dan pondok (pesanten) kader.

2. Perkaderan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)

3. Perkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

4. Perkaderan Nasyiatul 'Asiyiyah

Jenis-jenis Sistem Perkaderan Nasyiatul Aisyiyah

Ada tiga jenis sistem perkaderan Nasyiatul 'Aisyiyah, yaitu: Formal, Non Formal, dan Informal

- Perkaderan Formal adalah perkaderan yang wajib diikuti oleh semua anggota Nasyiatul Aisyiyah secara berjenjang dan merupakan satu rangkaian yang utuh dari SPNA, meliputi : Darul Arqom I, II dan III serta Latihan Instruktur I dan II.

- Perkaderan Non Formal adalah perkaderan yang sifatnya pilihan sesuai dengan minat, bakat anggota untuk mengembangkan ketrampilan.

- Perkaderan Informal adalah perkaderan yang sifatnya menunjang pengembangan dan pelaksanaan organisasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing tingkatan.

5. Perkaderan Pemuda Muhammadiyah

6. Perkaderan Kepanduan Hizbul Wathan (HW)

7. Perkaderan Tapak Suci Putera Muhammadiyah

 

Sunday, 17 November 2024

BANK SOAL KEMUHAMMADIYAHAN KELAS 12 SMK/SMA

 

BANK SOAL KEMUHAMMADIYAHAN KELAS 12 SMK/SMA

Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memberi tanda silang huruf A, B, C, D, atau E pada jawaban yang benar!

1. Secara bahasa "khittah" berasal dari bahasa Arab yaitu "khiththatun" yang artinya ....
A. Undang-undang
B. Landasan berfikir
C. Garis atau langkah
D. Peraturan organisasi
E. Pedoman atau arahan

2. Khittah Perjuangan Muhammadiyah dijadikan sebagai tuntunan pedoman dan arahan untuk berjuang bagi anggota persyarikatan Muhammadiyah. Pernyataan tersebut adalah ... Khittah Perjuangan Muhammadiyah
A. Tujuan dan fungsi
B. Fungsi dan arahan
C. Maksud dan fungsi
D. Maksud dan arahan
E. Maksud dan tujuan

3. Khittah yang dirumuskan pertama kali oleh Muhammadiyah adalah Khittah Langkah Dua Belas atau Dua Belas Langkah Muhammadiyah. Khittah ini ditetapkan pada pasa kepemimpinan ...
A. KH. Mas Mansur 
B. KH. Ahmad Dahlan
C. KH. AR. Fachruddin 
D. Prof. DR. Syafi'i Ma'arif
E. Buya AR. Sutan Mansur

4. Berikut ini adalah langkah ilmi dalam Dua Belas Langkah Muhammadiyah, kecuali ...
A. Menegakkan keadilan
B. Menuntun amal intiqad
C. Memperluas budi pekerti
D. Menguatkan majelis tanwir
E. Memperluas paham agama

5. Langkah yang tinggal dilaksanakan tanpa membutuhkan keterangan dalam Dua Belas Langkah Muhammadiyah disebut dengan ...
A. Ilmi
B. Alami
C. Amali
D. Perjuangan
E. Pengorbanan

6. Pada masa kepemimpinan KH. AR. Fachruddin, Muhammadiyah menetapkan khittah sebanyak ...
A. 1 kali
B. 2 kali
C. 3 kali
D. 4 kali
E. 5 kali

7. Khittah perjuangan Muhammadiyah yang dirumuskan pada periode KH. AR. Fachruddin tahun 1978 adalah ...
A. Khittah Denpasar
B. Khittah Surabaya
C. Khittah Palembang
D. Khittah Ujung Pandang
E. Khittah Langkah Dua Belas

8. Khittah Palembang ditetapkan pada Muktamar Muhammadiayah yang ke ...
A. 23
B. 33
C. 35
D. 40
E. 42

9. Khittah Muhammadiyah yang dikenal juga dengan sebutan Khittah dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara adalah ...
A. Khittah Denpasar
B. Khittah Surabaya
C. Khittah Palembang
D. Khittah Ujung Pandang
E. Khittah Langkah Dua Belas

10. Khittah Muhammadiyah yang menjadi penyempurna Khittah Ujung Pandang yaitu ...
A. Khittah Denpasar
B. Khittah Surabaya
C. Khittah Ponorogo
D. Khittah Palembang
E. Khittah Langkah Dua Belas

11. Secara bahasa, "Khittah" berasal dari bahasa Arab yaitu Khiththatun (خطة) yang artinya …
A. Garis atau langkah
B. Pedoman atau arahan
C. Undang-undang
D. Peraturan organisasi
E. Landasan berfikir

12. Sejak berdiri hingga sekarang Muhammadiyah sudah merumuskan Khittah sebanyak ...
A. 2 kali
B. 3 kali
C. 4 kali
D. 5 kali
E. 6 kali

13. Khittah Perjuangan Muhammadiyah yang pertama kali dirumuskan adalah ...
A. Khuttah Palembang
B. Khittah Ponorogo
C. Khittah Surabaya
D. Khittah Ujung Pandang
E. Khittah Langkah Duabelas

14. Khittah Langkah Duabelas atau 12 Langkah Muhammadiyah lahir pada masa kepemimpinan ...
A. KH. Mas Mansur
B. Buya AR. Sutan Mansur
C. KH. AR. Fahrudin
D. Prof. Amin Rais
E. Prof. Syafii Maarif

15. Berikut ini adalah langkah ilmi dalam Dua belas Langkah Muhammadiyah, kecuali …
A. Memperluas faham agama
B. Menuntun amalan intiqad
C. Memperluas budi pekerti
D. Menguatkan majelis tanwir
E. Menegakan keadilan

16. Langkah yang tinggal dilaksanakan tanpa membutuhkan keterangan dalam Dua Belas Langkah Nuhammadiyah disebut dengan langkah ….
A. Perjuangan
B. Pengorbanan
C. Ilmi
D. Amali
E. Alami

17. Pada masa KH. AR. Fahrudin dirumuskan Khittah Muhamamdiyah sebanyak ...
A. Sekali
B. Dua kali
C. Tiga kali
D. Empat kali
E. Lima kali

18. Berikut ini adalah Khittah-khittah yang pernah dirumuskan pada masa KH. AR. Fachrudin ...
A. Khittah Palembang, Ujung Pandang, Ponorogo
B. Khittah Langkah 12, Ponorogo, Surabaya
C. Khittah Ujung Pandang, Ponorogo, Surabaya
D. Khittah Ponorogo, Surabaya, Denpasar
E. Khittah Palembang, Ponorogo, Denpasar


19. Khittah Perjuangan Muhammadiyah yang dirumuskan pada periode KH. AR. Fachrudin tahun 1978 adalah Khittah Surabaya yang dikenal juga dengan …
A. Khittah Palembang
B. Khittah Ujung Pandang
C. Khittah Denpasar
D. Khittah Perjuangan Muhammadiyah
E. Dua Belas Langkah Muhammadiyah


20. Khittah Perjuangan Muhammadiyah dijadikan sebagai tuntunan pedoman dan arahan untuk berjuang bagi anggota persyarikatan Muhammadiyah. Pernyataan tersebut adalah …
A. Maksud dan fungsi Khittah Perjuangan Muhammadiyah
B. Maksud dan arahan Khittah Perjuangan Muhammadiyah
C. Maksud dan tujuan Khittah Perjuangan Muhammadiyah
D. Tujuan dan fungsi Khittah Perjuangan Muhammadiyah
E. Fungsi dan arahan Khittah Perjuangan Muhammadiyah

21. Khitah Perjuangan Muhammadiyah dijadikan landasan berfikir bagi semua pimpinan dan angggota dan juga dijadikan sebagai landasan amal usaha Muhammadiyah. Pernyataan tersebut adalah ...
A. Arahan Khittah Perjuangan Muhamamdiyah
B. Maksud Khittah Perjuangan Muhammadiyah
C. Fungsi Khittah Perjuangan Muhamamdiyah
D. Tujuan Khittah Perjuangan Muhammadiyah
E. Hakikat Perjuangan Muhamamdiyah

22. Di bawah ini yang bukan merupakan isi (matan) Khittah Palembang adalah …
A. Melaksanakan ukhuwah Islamiyah
B. Memperbanyak dan mempertinggi mutu amal
C. Mengukuhkan organisasi dan menertibkan administrasi
D. Menghubungkan gerakan luar
E. Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader

23. Terdapat dua saluran dakwah amar ma'ruf nahi munkar yang terdapat pada Khittah Ponorogo tahun 1969, yaitu …
A. Budaya dan adat istiadat
B. Sosial dan kemasyarakatan
C. Sosial dan ekonomi
D. Politik dan ekonomi
E. Politik dan kemasyarakatan

24. Khitah Palembang dirumuskan pada periode kepemimpinan K.H. AR. Sutan Mansur. Khitah ini ditetapkan dalam Mukhtamar Muhamamdiyah ke …
A. 33
B. 34
C. 35
D. 36
E. 37

25. Penyusunan Khittah Perjuangan Muhammadiyah tahun 1969 (Khitah Ponorogo) dibagi menjadi dua bentuk yaitu …
A.  Program jangka pendek dan menengah
B. Langkah amali dan langkah ilmi
C. Program dasar perjuangan dan pola dasar perjuangan
D. Program unggulan dan program 25 tahun
E. Pola umum dan pola khusus

26. Berkaitan dengan politik, ditegaskan dalam Khittah perjuangan Muhammadiyah bahwa Muhammadiyah ...
A. Apatis dan cuek 
B. Bergabung dengan PAN
C. Bergabung dengan Partai Islam
D. Adalah partai politik yang berdiri sendiri
E. Tidak berafiliasi dengan partai politik manapun

27. Khittah terakhir yang dirumuskan sepanjang sejarah Muhamamdiyah berdiri hingga saat ini adalah ...

A. Khittah Palembang

B. Khittah Ujung Pandang

C. Khittah Denpasar

D. Khittah Perjuangan Muhammadiyah

E. Dua Belas Langkah Muhammadiyah


28. Khittah Denpasar lahir pada masa kepemimpinan ...

A. KH. Mas Mansur

B. Buya AR. Sutan Mansur

C. KH. AR. Fahrudin

D. Prof. Amin Rais

E. Prof. Syafii Maarif

 

29. Kader yang dalam bahasa Perancis disebut cadre atau les cadre maksudnya adalah ...

A. Sekelompok orang

B. Jantung atau nyawa organisasi

C. Empat persegi panjang atau kerangka

D. Kelompok yang lebih besar dan terorganisasi secara permanen

 

30. Istilah kader berbeda dengan kaderisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kaderisasi artinya ...

A. Pembentukan pasukan

B. Pemilihan calon pemimpin

C. Proses melahirkan kader

D. Pembuatan struktur organisasi

E. Penguatan calon pengganti pimpinan

 

31. Untuk membentuk kader persyarikatan yang memiliki ruh (spirit) serta mempunyai integritas dan kompetensi untuk berperan di persyarikatan, dalam kehidupan umat dan dinamika bangsa serta konteks global adalah ...

A. Jenis perkaderan Muhammadiyah

B. Fungsi perkaderan Muhammadiyah

C. Bentuk perkaderan Muhammadiyah

D. Tujuan perkaderan Muhammadiyah

E. Hakekat perkaderan Muhammadiyah

 

32. Berikut ini yang bukan termasuk empat sektor jalur kaderisasi Muhammadiyah

A. Jalur keluarga

B. Amal Usaha

C. Organisasi Otonom

D. Program Khusus (MPK)

E. Politik Praktis

 

33. Pengenalan Muhammadiyah sejak dini di rumah, misalnya dengan memilih menyalakan Channel TvMu atau mengajak yang di rumah ikut acara pengajian ranting misalnya, adalah salah satu jalur kaderisasi Muhammadiyah yang dilakukan lewat ...

A. Keluarga

B. Amal Usaha

C. Baitul Arqam

D. Program Khusus

E. Organisasi Otonom

 

34. Di Muhammadiyah ada majelis yang bernama MPK. MPK akronim dari ...

A. Majelis Penguat Kader

B. Majelis Pendidik Kader

C. Majelis Pendidikan Kader

D. Majelis Pemberdayaan Kader

E. Majelis Pencarian Kader

 

35. Menurut Muhammadiyah, fungsi keluarga ideal selain berfungsi sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai Islam juga merupakan media atau wahana ...

A. Integrasi

B. Sosialisasi

C. Kaderisasi

D. Pendidikan

E. Transformasi

 

36. Penanaman nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di sekolah-sekolah Muhammadiyah merupakan salah satu jalur kaderisasi Muhammadiyah yang dilakukan lewat ...

A. Keluarga

B. Amal Usaha

C. Baitul Arqam

D. Program Khusus

E. Organisasi Otonom

 

37.  Suatu proses pembentukan seorang kader secara terstruktur dalam organisasi adalah pengertian dari ...

A. Kader

B. Integrasi

C. Kaderisasi

D. Sosialisasi

E. Konsolidasi

 

38. Sosok individu atau kolektif yang menjadi tulang punggung organisasi disebut ...

A. Kader

B. Integrasi

C. Kaderisasi

D. Sosialisasi

E. Konsolidasi

 

39. Berikut ini yang bukan termasuk dalam arah kaderisasi Muhammadiyah ...

A. Pembinaan Ke-Islaman

B. Pembinaan Kebatinan

C. Pembinaan Jiwa Persyarikatan

D. Pembinaan Kelimuan dan Wawasan

E. Pembinaan Kepemimpinan dan Manajemen

 

40. Mengembangkan organisasi dan sekaligus menghindarkan ideologi dari kemungkinan distorsi (penyimpangan) adalah ...

A. Tugas pokok setiap kader

B. Tugas sampingan kader

C. Tugas kader yang berminat

D. Tugas khusus kader MPK

E. Tugas kader-kader tertentu saja

 

41. Profil kader Muhammadiyah harus menunjukkan integritas kompetensi ...

A. Kompetensi keberagamaan, akademis dan intelektual

B. Kompetensi keberagamaan dan sosial-kemanusiaan

C. Kompetensi akademis-intelektual dan sosial-kemanusiaan

D. Kompetensi sosial-kemanusiaan

E. Kompetensi keberagamaan, akademis dan intelektual, dan sosial-kemanusiaan

 

42. Berikut ini merupakan ciri kompetensi keberagamaan, kecuali ...

A. Kemurnian Aqidah

B. Ketekunan Beribadah

C. Keikhlasan

D. Amanah dan berjiwa gerakan

E. Kepedulian sosial dan suka beramal

 

43. Kader Muhammadiyah yang fathanah, tajdid, istiqamah, memiliki etos belajar, dan moderat merupakan ciri kader yang memiliki kompetensi dalam ...

A. Keberagamaan

B. Akademis dan intelektual

C. Sosial-kemanusiaan

D. Keberagamaan dan akademis-intelektual

E. Akademis-intelektual dan Sosial-kemanusiaan

 

44. Apa yang dimaksud dengan "Islam berkemajuan sebagai sikap dakwah"?

A. Mengutamakan kehidupan duniawi tanpa memperhatikan spiritualitas.
B. Mengedepankan nilai-nilai agama dalam menghadapi perkembangan zaman
C. Menolak perkembangan ilmu pengetahuan modern
D. Mengisolasi diri dari perubahan sosial.
E. Mengutamakan kehidupan duniawi serta kesenangan

45. Apa tujuan utama dari sikap dakwah yang mengedepankan kemajuan dalam Islam?

A. Mengutamakan kehidupan duniawi tanpa memperhatikan spiritualitas.          

B. Menjaga tradisi tanpa perubahan.     

C. Menyebarkan kebencian terhadap perubahan            

D. Mengembangkan pemahaman agama sesuai konteks zaman.              

E. Memisahkan agama dari perkembangan sosial.