Tuesday 1 March 2016

Terjebak Didikan Sinetron 1


Oleh: Rina Yunita

MUDA merupakan ujung tombak peradaban. Di tangan generasi muda inilah kebangkitan/kemajuan suatu peradaban dipertaruhkan. Bila generasi mudanya berakhlak mulia dan berkualitas, maka peradaban yang dihasilkan akan maju dan memiliki pemimpin yang kuat dan amanah. Namun, bila generasi mudanya rusak dan berakhlak rendah, maka peradaban yang mereka pimpin ke depannya pun akan rusak dan terpuruk. Oleh karena itu, penting bagi kita khususnya dan negara ini umumnya untuk memiliki generasi muda yang berkualitas secara pemikiran maupun moralnya agar peradaban yang dihasilkan nanti juga maju.

Sayangnya, fakta di masyarakat menunjukkan bahwa generasi muda kita yang banyak menyebutnya sebagai “ababil” alias ABG labil mulai kehilangan kualitasnya. Kita bisa melihat perbedaan antara remaja zaman dulu dengan remaja zaman sekarang. Apa perbedaannya? Remaja zaman dulu masih memegang erat aturan agama dan etika pergaulan sedangkan remaja zaman sekarang sudah mulai menjauh dari norma-norma keseharian, baik di dalam keluarga maupun masyarakat.

Hal yang demikian bisa terjadi karena banyak faktor. Salah satunya karena era globalisasi saat ini yang memungkinkan arus informasi masuk ke dalam negeri ini tanpa adanya filter. Sejalan dengan masuknya informasi dari berbagai negara, ide-ide dan gaya hidup negara-negara tersebut pun akhirnya tak terbendung lagi. Ide-ide dan gaya hidup mereka masuk dengan mudahnya melalui apa yang disebut 4F, yaitu Food, Fun, Film and Fashion. Dan ke-4F sebagai gaya hidup barat ini mudah kita dapati hari ini di rumah-rumah kita, yaitu melalui kotak elektronik alias televisi. Berbagai macam hiburan bisa kita lihat di televisi dan sinetron adalah yang paling banyak digemari disamping acara musik dan infotainment oleh generasi muda kita. Hal ini ditunjukkan dalam sebuah penelitian Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah NTT Mutiara Mauboy mengatakan sebanyak 81% anak di provinsi kepulaun itu menghabiskan waktunya setiap hari menonton televisi bersegmen hiburan dan sinetron.

Sinetron memang memiliki daya tarik luar biasa terhadap penontonnya. Penonton yang kebanyakan adalah remaja yang larut ke dalam cerita suatu sinetron, baik sinetron lokal, maupun dari luar semisal drama korea, sinetron india atau serial dari turki disadari atau tidak telah dijadikan sebagai teladan dalam menjalani kehidupan mereka. Perlu diakui bahwa perubahan ke arah yang lebih baik yang ditawarkan, dengan meninggalkan keburukan. Namun faktanya adalah perubahan kearah keburukan pun tak kalah dominan. Inilah bentuk penjajahan pemikiran yang diperkenalkan sinetron. Perhatikan saja konten sinetron-sinetron yang merajai pertelivisian Indonesia saat ini. Jika mau jujur sama sekali tidak ada sinetron yang berbau pendidikan melainkan sedikit saja. Budaya dan gaya hidup barat yang ditawarkan sinetron seperti kebebasan bertingkah laku, bergaul bebas, konsumtif, hedonis, serba permissive dan materialis sudah menjadi makanan sehari-hari. Generasi muda kita pun tanpa disadari terpengaruh dan mulai mengikuti apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam sinetron-sinetron tersebut. Mulai dari gaya bicara, berjalan, berpakaian, bergaul, sampai gaya hidup yang jauh dari norma pun diikuti hanya demi mengikuti sang idola. Hal ini akan berdampak luas bagi masyarakat terutama para generasi muda kita.

Laporkan iklan?
Komisi Penyiaran Indonesia beberapa waktu lalu memberikan teguran kepada sinetron berlatar belakang klub motor yang saat ini digandrungi oleh para remaja Indonesia yang para pemainnya ganteng dan macan (manis cantik). Teguran oleh KPI ini karena di beberapa episode penayangan 26, 27, 28, 31 Deseber 2015 dan 3 Januari 2016 terdapat adegan yang tidak layang tayang karena menayangkan kekerasan dan sensual (Bintang.com). KPI menemukan adegan seorang remaja perempuan mencium pipi pasangannya dan juga adegan perkelahian antar geng motor. Selain itu, KPI juga menemukan kata-kata negatif yang berpotensi ditiru oleh penonton yang kebanyakan remaja ini.

Masyarakat sendiri bisa melihat bahwa apa yang ditawarkan oleh sinetron-sinetron yang tayang kebanyakan menayangkan tentang percintaan, pacaran, perselingkuhan, gaya berpakaian ala barat, iri dengki, balas dendam, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu dan bahkan bisa menginspirasi para penontonnya memiliki penyimpangan sosial yang sedang marak dibicarakan seperti LGBT yang tidak layak contoh. Hal ini akan berdampak kepada para remaja yang notabenenya pada masa usia mereka membutuhkan keteladan dari banyak pihak termasuk dari media yang mereka tonton. Keteladanan ini mampu membentuk kepribadian dan akhlak para remaja. Bila teladannya saja sudah salah, maka kepribadian dan akhlak yang terbentuk pun salah. Bila yang menjadi teladan adalah tokoh sinetron, maka bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi pada remaja kita. Sifat tokoh sinetron tersebut akan menjadi pemikiran yang kemudian berpengaruh pada tingkah lakunya dan bila perilaku tersebut terbentuk menjadi kebiasaan bisa dipastikan akan sangat sulit mengubahnya.

No comments:

Post a Comment